DEMENSI BUDAYA LOKAL DALAM TRADISI HAUL DAN MAULIDAN BAGI KOMUNITAS SEKARBELA MATARAM
Abstract
Penelitian ini dilakukan di Kotamadya
Mataram Nusa Tenggara Barat. Sasaran
penelitian adalah suatu masyarakat lokal yang
menamakan dirinya orang Sekarbela, berdiam
di Kelurahan Karang Pule Kecamatan
Ampenan Kotamadya Mataram. Mereka
menarik untuk dijadikan fokus penelitian,
karena dengan nama khas Sekarbela, mereka
menampilkan prilaku keagamaan yang dalam
banyak hal berbeda dengan komunitas Islam
sekitarnya, terutama dalam tradisi haul dan
dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad
saw.
Sebagai bagian dari budaya daerah
yang secara operasional dijadikan sebagai alat
untuk menangkal dampak budaya asing yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur dan
kepribadian bangsa, identifikasi terhadap
budaya lokal semacam itu menjadi amat
penting atas dasar berbagai pertimbangan.
Pertama, pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi telah mendorong interaksi
antar bangsa, terutama teknologi komunikasi
dan transportasi, mengakibatkan
derasnya arus informasi dan masuknya nilainilai
ajaran agama dan nilai-nilai budaya
luhur budaya bangsa. Kedua, masuknya nilainilai
yang bertentangan tersebut mengakibatkan
terjadinya pendangkalan nilai-nilai moral
dan nilai-nilai luhur budaya bangsa, yang
pada akhirnya dikhawatirkan akan mengakibatkan
terjadinyqa krisis jati diri kepribadian
bangsa. Ketiga, masyarakat Indonesia belum
sepenuhnya mempunyai daya tangkal yang
handal dan kemampuan untuk memilih dan
memilah berbagai pengaruh dari luar, sehingga
dampak negatif globalisasi dapat
dihindari. Keempat, perlunya memperkuat
jati diri dan kepribadian bangsa Indonesia
sehingga mempunyai ketahanan sosial budaya
yang tangguh dan handal.
Fokus penelitian adalah perwujudan
agama dalam upacara haul dan maulid, dua
jenis upacara keagamaan yang secara tradisional
hidup dan berlaku dalam sistem
budaya masyarakat Sekarbela. Upacara
tradisional tersebut dilaksanakan setiap tahun
dan dianggap sebagai upacara suci dengan
corak spesifik yang amat mencerminkan
nuansa lokal. Dengan demikian penelitian
bertujuan untuk memperoleh pengetahuan
mengenai corak kehidupan keagamaan dalam
konteks lokal, yang memperlihatkan ekspresi
keagamaan yang khas.
Yang dimaksud dengan upacara keagamaan
dalam penelitian ini adalah upacara
yang bersifat keramat/suci yang berhubungan
dengan peristiwa dalam rangka suatu sistem
keyakinan yang bersumber pada ajaran-ajaran
dalam sistem itu telah terwujud sebagai tradisi
dalam masyarakat. Dalam pengertian
tradisi tersebut, tercakup pengertian kuat
dalam sistem budaya dari suatu kebudayaan
yang menata tindakan manusia dalam kehidupan
sosial kebudayaan itu (Koentjaraningrat
dkk. 1984 : 2).
Sehubungan dengan pengertian tersebut,
konsep-konsep dasar yang perlu dijelaskan
dalam penelitian ini adalah berkaitan
dengan agama dan upacara atau upacara dan
agama serta kaitan hubungan antara keduanya.
Ajaran dalam pengertian ini dipahami
sebagai suatu sistem keyakinan yang dianut
dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh
No. 14 Th. IX Juli/Desember 1997 1
DMENSIBUDAYA LOKAL DALAM TRADISI HAUL
DAN MAULIDAN BAGIKOMUNITAS SEKARBELA MATARAM
suatu kelompok atau masyarakat dalam
menginterpretasikan dan memberi respons
terhadap apa yang dirasakan dan diyakini
sebagai suci (Suparlan, 1988 : v-vi). Sedangkan
upacara dapat dilihat sebagai sistem
aktivitas atau rangkaian tindakan yang ditata
oleh adat atau hukum yang berlaku yang
berhubungan dengan berbagai macam peristiwa
tetap yang biasanya terjadi dalam
masyarakat yang bersangkutan (Koenjtaraningratdkk.,
1984 : 1989).
Dengan pengertian seperti itu, pertalian
agama dan upacara secara jelas dapat diidentifikasi.
Upacara dapat dilihat sebagai salah
satu corak perwujudan agama dalam kehidupan
sehari-hari bagi penganut agama yang
bersangkutan. Tindakan yang bertujuan
mencari hubungan dengan dunia gaib yang
dilaksanakan menurut tata kelakuan yang
baku pada dasarnya merupakan upacara
keagamaan yang menurut Koentjaraningrat
(1985 : 243), terdiri dari empat komponen
yaitu : (1) tempat upacara, (2) saat upacara,
(3) benda-benda dan alat-alat upacara, dan
(4) orang yang melakukan dan memimpin.
Semua komponen upacara tersebut bersifat
sakral. Dalam kenyataannya, upacara
keagamaan itu dapat terwujud dalam bentuk
(1) bersanji, (2) berkurban, (3) berdoa, (4)
makan bersama, (5) menari dan menyanyi,
(6) berprosesi, (7) memainkan seni drama,
(8) berpuasa, (9) intoksikasi, (10) bertapa,
dan (11) bersamadi (Koentjaraningrat, 1985 :
235).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah holistik atau sistematik,
yaitu memperlakukan sebuah masyarakat
sebagai bagian unsur-unsur sosial budaya
dalam hubungan struktural fungsional yang
saling berkaitan antara satu dengan lainnya
dan secara keseluruhan merupakan sebuah
satuan utuh dan menyeluruh. Dalam pendekatan
seperti ini, haul dan maulid sebagai
sasaran kajian diperlakukan sebagai sebuah
kasus.
Sesuai dengan pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini, maka pengumpulan
data dilakukan melalui metode-metode
(1) Studi kepustakaan, yaitu mempelajari
dokumen-dokumen atau tulisan-tulisan yang
berkaitan dengan masyarakat atau kebudayaan
setempat, (2) wawancara mendalam
dengan informan kunci yang terdiri atas Tuan
Guru, penghulu, dan pemuka agama lainya;
pemuka adat/masyarakat, pejabat pemerintah
dan pendukung upacara tersebut serta warga
masyarakat lainnya; (3) Pengamatan terlibat
struktur kegiatan masyarakat sehari-hari, dan
ketika upacara maulid berlangsung. Sayang
sekali metode ini tidak dapat dilakukan untuk
upacara haul karena kebetulan waktu penelitian
sulit dikompromikan dengan waktu
pelaksanaan haul.
Dari penelitian ini ditemukan bahwa
ternyata kedua upacara tersebut (haul dan
maulid) tetap mampu mempertahankan eksistensinya
dan kelestariannya; dan dalam kelestarian
itu nuansa lokal mewujudkan diri
dalam bentuk mengkota dan modern. Dalam
penampilan upacara yang dipentingkan bukan
makna material dari upacara haul dan maulid
akan tetapi lebih pada makna simbolis,
berupa kecintaan kepada tokoh yang diperingati
dalam hal ini Tuan Guru Muhammad
Rais untuk upacara haul, dan Nabi
Muhammad untuk upacara maulid. Resistensi
haul dan maulid dalam aroma lokal dan
tradisional mengalami penguatan dari adanya
tantangan dari luar (modernintas di satu sisi
dan tarikan sejarah kepahlawanan orangorang
Sekarbela dalam mempertahankan
bendera Islam di tengah pergulatan Islam-
Hindu di zaman Penjajahan Anak Agung dari
Bali
Full Text:
PDFReferences
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
RI, Monografi Daerah Nusa
Tenggara Barat, 1977.
Geertz, C, Islam Yang Soya Amati, YIIS,
Islam, Zainul, Riwayat Asal Usui Kerajaan
Lombok, 1995.
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi,
Aksara Baru, 1985.
, Beberapa Pokok Antropologi
Sosial, PT. Dian
Rakyat, 1985.
Pesantren Arraisiyah, Sejarah Berdirinya
Pondok Pesantren
Arraisiyah, 1994, tidak diterbitkan
DOI: http://dx.doi.org/10.31969/alq.v9i2.596
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Published by:
Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar
Office
| Address: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar (Jl. Andi Pangeran Pettarani No. 72, Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia) | ||||
Email: alqalamjurnal@gmail.com | |||||
Website: http://jurnalalqalam.or.id/index | |||||
Contact Person: Sari Damayanti (+62 81342653417) | |||||
Indexed by :