PENDEKATAN SOSIAL BUDAYA DALAM PENYELESAIAN POTENSI KONFLIK PENDIRIAN RUMAH IBADAH: Pendirian Vihara dan Masjid di Banyumas

Authors

  • Mustolehudin Mustolehudin Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang Jl. Untung Suropati Kav. 69–70 Bambankerep, Ngaliyan, Semarang

DOI:

https://doi.org/10.31969/alq.v21i1.214

Abstract

Fokus penelitian ini adalah membahas persoalan mengapa masyarakat menolak atau menerima
pendirian sebuah rumah ibadah dengan alasan administrasi, teologis, dan sosiologis. Dengan
menggunakan metode deskriptif analisis terhadap data-data kualitatif, yang dikumpulkan melalui FGD,
wawancara, observasi, dan telaah dokumen, dalam penelitian ini diperoleh temuan sebagai berikut:
Pertama, bahwa pendirian rumah ibadah di Banyumas bukan saja bermuara pada persoalan perijinan
secara administratif, melainkan karena adanya faktor ideologis dan sosiologis. Kedua, bahwa alih fungsi
ruko menjadi Vihara Prajna Maitreya yang semula mendapat penolakan dari warga sekitar Kelurahan
Sokanegara dapat diselesaikan dengan pendekatan sosial budaya yang dilakukan oleh FKUB Kabupaten
Banyumas, Kementerian Agama Kabupaten Banyumas, tokoh lintas agama, tokoh masyarakat, tokoh
budaya, dan pemerintah daerah. Ketiga, bahwa regulasi PBM No 8 dan 9 tahun 2006, dalam praktik di
daerah belum optimal dalam pelaksanaannya. Hal ini dapat diketahui bahwa, mayoritas rumah ibadah
terutama masjid belum menerapkan PBM tersebut.

Additional Files

Published

2016-01-09

Issue

Section

Articles